Pengaruh Negatif Televisi Lengkap Dengan Pembahasan - Televisi dimanfaatkan dalam pendidikan sebagai sarana pembelajaran. seiring perkembangannya tayangan yang disajikan semakin beragam. Segala informasi dari belahan dunia manapun bisa kita dapatkan dari balik layar kaca. Namun kondisi sekarang konten-konten yang disajikan lebih dominan konten negatif daripada konten positif. Untuk memberikan tayangan yang edukatif, pemerintah meresmikan stasiun Televisi Edukasi (TV-E). Namun pada perkembangannya, TV-E kurang dikenal masyarakat secara luar dan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Indonesia mempunyai lembaga yang memiliki kewenangan menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun masih banyak stasiun yang tidak menggubris peringantan dari KPI. Dampak dari tayangan yang berisi konten negatif akan mempengaruhi perkembangan anak yang dominan lebih banyak menonton televisi daripada orang dewasa. Penonton yang masih berusia anak-anak sulit menyaring berbagai informasi yang mereka dapatkan. Sehingga peran orang tua sangat penting. Mereka harus memberikan arahan tentang acara yang anak mereka tonton.
Kata Kunci: anak, konten negatif, peran orang tua, televisi
Pendahuluan
Globalisasi adalah proses perubahan tatanan masyarakat secara mendunia tanpa mengenal batas. Globalisasi mempengaruhi segala aspek kehidupan baik pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kaitannya dengan pendidikan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi salah satu faktor pendorong. Teknologi informasi dan komunikasi tersebut diterapkan menjadi media untuk proses pembelajaran. Televisi sebagai salah satu sarana pembelajaran yang efektif dan efisien. Keuntungan ini tersedia melalui berbagai tayangan yang disajikannya. Semua peristiwa diberbagai belahan dunia bisa dinikmati hanya melalui layar kaca. Kita tinggal memilih tayangan atau saluran televisi yang memuat informasi pembelajaran positif.
Adanya proses globalisasi juga akan berdampak negatif terhadap pendidikan. Televisi yang dijadikan sebagai media dalam pembelajaran ikut terkena imbasnya. Pada zaman sekarang ini, banyak tayangan televisi yang disiarkan oleh stasiun televisi. Hampir semua statsiun berlomba untuk memproduksi sara untuk menarik perhatian penonton. Namun tayangan tersebut tak lagi memerdulikan pendidikan dan perkembangan jiwa anak sehingga tak jarang anak yang mencontoh atau meniru seperti apa yang mereka lihat ditelevisi. Konten-konten yang disuguhkan dalam acara semakin buruk pengaruhnya.
Untuk mengurusi bidang penyiaran, pemerintah telah membentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisi Penyiaran Indonesia adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggara penyiaran di Indonesia (Wikipedia, 2015). Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mempunyai wewenang menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat. Peraturan inni mencakup semua daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggung jawaban dan evaluasi (KPI, 2007).
Guna mendukung media televisi sebagai sarana pembelajaran, pemerintah (Menteri Pendidikan) membentuk statiun televisi yang khusus ditujukan untuk menyebarkan informasi dibidang pendidikan dan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat (Rusman, Kurniawan, & Riyana, 2012). Namun keberadaan TV-E masih kurang diminati masyarakat. Selain peran pemerintah untuk mengantisipasi konten-konten negatif televisi yang ditayangkan perlu adanya tindakan dari berbagai pihak. Peran keluarga dirumah dan diri sendiri akan berdampak terhadap pengaruh televisi utamanya untuk anak-anak dan remaja.
Sejarah Sosial Televisi Sebagai Suatu Teknologi
Penemuan televisi bukanlah suatu penemuan yang berlangsung dalam sekali atau beberapa kali kejadian. Proses penemuan televisi bergantung pada suatu kompleks penemuan dan perkembangan dalam teknologi listrik, telegraf, fotograf dan gambar gerak (motion picture), dan radio. Televisi muncul pada tahun 1875-1890, kemudian berhenti beberapa saat dan berkembang menjadi aktivitas teknologi yang berdiri sendiri sejak tahun 1920 sampai kemunculan sistem televisi publik pertama kalinya pada tahun 1930. Sampai abad kesembilanbelas, penyelidikan-penyelidikan terhadap gejala listrik yang telah sejak lama diketahui fenomenanya baru berada pada level filosofis: listrik masih dianggap suatu efek alam yang penuh teka-teki. Kemudian berlangsunglah suatu periode transisi yang bersifat menentukan dengan terjadinya serangkaian penemuan antara tahun 1800 dan 1831. Sejak tahun 1830 sampai dengan perkembangan besar-besaran pada tahun 1880-an berlangsung suatu rangkaian yang terus berlanjut antara kebutuhan, penemuan, dan penerapan teknologi.
Dalam teknologi telegrafi, perkembangan yang terjadi berjalan lebih sederhana. Sebuah sistem telegraf listrik telah terbangun pada tahun 1870-an dan dalam dekade yang sama sistem telepon mulai dikembangkan. Di dalam bidang fotografi ide menulis dengan cahaya (light writing) telah diusulkan oleh Wedgwood dan Davy pada tahun 1802, dan camera obscura pun mulai dikembangkan. Ide gambar bergerak juga berkembang dengan cara yang serupa. Lampu ajaib (sebutan untuk slide projection) te;ah dikenal sejak abad ketujuhbelas dan pada tahun 1736 Lahirlah teknologi gambar bergerak dimana satu slide bergerak diikuti dengan slide berikutnya. Sebagai sebuah gagasan, televisi membutuhkan perkembangan-perkembangan teknologi diatas (Williams, 2009)
Media Pembelajaran dalam Perspektif Sejarah
Penggunaan media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran telah melalui perjalanan yang cukup panjang. Menurut Midun (2009) perkembangan konsep media dalam pendidikan diawali dengan munculnya aliran realisme dalam pendidikan yang dipelopori oleh Johan Amos Camenius pada abad ke-17, melalui sebuah tulisan dalam bukunya yang berjudul Orbis Pictus (Dunia dalam Gambar). Dalam pengamatan Camesius anak-anak di Eropa mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa Latin. Menurut mereka bahasa latin sangat abstrak dan sulit dimengerti, oleh karena itu diperlukan visualisasi agar mudah dimengerti. Camesius memberikan gambar benda untuk setiap kata yang diletakkan di samping kata tersebut. dengan demikian bahasa Latin menjadi lebih nyata dan mudah dipahami. Aliran Realisme ini mendorong munnculnya visualisasi dalam pembelajaran (Asyhar, 2012).
Selanjutnya menurut Midun (2009) ditemukannya radio tahun 1930-an muncul gerakan “Audiovisul Education” yang menekankan pentingnya audiovisual dalam pembelajaran. Mulai dikenal AVA (AudioVisual Aids) yaiutu media yang menyajikan materi dalam bentuk audio dan visual untuk memperjelas materi yang disampaikan guru. Kemudian pada tahun 1940-an konsep pengajaran visual berkembang menjadi pembelajaran audiovisual (Audiovisual Instruction atau Audiovisual Education). Pada intinya penggunaan media tersebut sebagai alat menyampaikan materi guru kepada murid agar memperoleh gambaran yang lebih jelas (Asyhar, 2012).
Hadirnya Televisi Edukasi
Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar pada tanggal 12 Oktober 2004 meresmikan stasiun Televisi Edukasi (TV-E). Tujuannya untuk menyiarkan program yang dapat mencerdaskan masyarakat, menjadi tauladan, menyebarkan informasi dan kebijakan Kemendiknas serta mendorong masyarakat agar gemar membaca. Melalui TV-E tersebut, pemanfaatan televisi sebagai media pembelajaran telah terwujud. Sasarannya beragam peserta didik dari semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Baca Juga : Analisis Konten-Konten Negatif Tayangan TelevisiBeberapa contoh program dati Televisi Edukasi (TV-E) yaitu: pertama Blue Cat, seekor kucing manja dan seekor tikus akan menemani kita dalam program yang berisi tentang pengetahuan alam dan makhluk hidup secara rinci. Kedua Backyard Science, program yang mengulas berbagai pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari yang terkadang luput dari perhatian kita, dilengkapi dengan percobaan sederhana dan contoh. Ketiga Amazing Animal, program yang mengupas berbagai hal yang ada di dunia binatang. Keempat Disney, program ini berisi banyak pengetahuan alam seperti iklim, hewan, tumbuhan, hingga tata surya. Kelima Super Trick’s, program ini berisi penjelasan Mr. Trick tentang kiat-kiat jitu dalam mata pelajaran matematika. Dan masih banyak lagi program-program yang lain yang bisa dinikmati (Rusman, dkk 2012: 211-212). Selain sebagai sarana pembelajaran, Televisi Edukasi (TV-E) juga bisa dijadikan sarana hiburan untuk anak-anak dan remaja.
Cara pemanfaatan program siaran TV-E sampai sejauh ini meliputi beberapa hal. Pertama pemanfaatan program siaran TV-E sesuai dengan jadwal siaran TV-E. Guru dapat menyiarkan siaran dari TVRI karena TV-E telah melakukan kerjasama dengan stasiun TVRI. Kedua pemanfaatan program siaran TV-E sebagai penugasan. Guru menugaskan muridnya untuk mengikuti tayangan siaran TV-E pada waktu tertentu. Ketiga pemanfaatan program siaran TV-E sebagai pengisi jam pelajaran kosong. Ketika guru tidak bisa datang mengajar, murid tetap melakukan kegiatan pembelajaran melalui program siaran TV-E tersebut.
Waktu siaran Televisi Edukasi (TV-E) dari tahun ketahun selalu bertambah, mulai April 2007 sudah melakukan uji coba siaran 24 jam penuh dan sejak Juli 2006 lalu Televisi Edukasi (TV-E) dapat disaksikan melalui siaran TVRI Nasional setiap hari Senin-Kamis. Seiring berjalannya waktu perkembangan Televisi Edukasi (TV-E) semakin berkembang, namun minat masyarakat masih kurang. Hal tersebut dikarenakan dari segi kemasan penyampaian yang kurang menarik apalagi untuk pelajar remaja. Bahkan untuk masyarakat sekarang mereka tidak mengenal adanya Televisi Edukasi (TV-E) sehingga banyak masyarakat yang belum memanfaatkannya dengan maksimal untuk pembelajaran.
Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai wujud peran serta masyarakat dalam hal penyiaran baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki kewenangan menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat.
Peraturan mencakup semua proses kegiatan penyiaran mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban, dan evaluasi (KPI, Profil KPI, 2013). Antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat saling berkoordinasi. Dengan pemerintah terkait kewenangan dan Undang-Undang penyiaran. Dengan masyarakat dalam menampung dan menindaklanjuti bentuk apresiasi masyarakat.
Seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), program acara yang ditayangkan stasiun televisi semakin beragam. Namun konten-konten siaran yang ditayangkan tidak sesuai dengan nilai-nilai moral masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya tayangan-tayangan yang ditegur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) namun masih marak ditayangkan di layar televisi.
Kenyataannya saat ini masih banyak pihak televisi swasta melanggar ketentuan-ketentuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menyiarkan suatu tayangan. Ketika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hanya memberikan teguran kepada pihak televisi tanpa memberikan tindakan lebih lanjut, pihak televisi umumnya sering mengabaikan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hingga teguran terakhir.
Beberapa hal yang masih kurang dari pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah kualifikasi tayangan berdasarkan pedoman perilaku. Hanya sedikit stasiun televisi yang menampilkan kriteria umur dalam penayangan siarannya. Hal tersebut sangat fatal, karena jika suatu tayangan yang ditujukan untuk orang dewasa tetapi ditonton oleh anak-anak sehingga mereka akan mendapatkan pendidikan mengenai orang dewasa yang seharusnya tidak mengetahui hal tersebut. Akibat dari hal ini yaitu banyaknya anak-anak yang saat ini sudah bertingkah laku layaknya orang dewasa dimana mereka sebenarnya masih anak-anak. Banyak pula anak-anak yang berbahasa tidak sopan karena mempelajarinya melalui tayangan yang ada dalam televisi.
Ketika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan teguran bagi suatu tayangan, tidak dapat dipungkiri ada pula tayangan yang sejenis tapi tidak dilarang. Hal ini berarti kurangnya ketegasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan yang serupa namun berbeda nama dan kontennya pun sama namun tetap disiarkan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah mempunyai aturan yang jelas mengenai pedoman penyiaran tetapi penerapan dari aturan tersebut masih terkesan longgar. Jika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegakkan aturan yang mereka buat dengan sebenar-benarnya, kami yakin bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan masyarakat akan mendapatkan suguhan tayangan yang bermanfaat.
Kesalahan pihak televisi swasta yang sering kali membuat tayangan-tayangan baru namun sama substansinya dengan tayangan lain yaitu tidak ada manfaatnya kecuali bagi hiburan semata yang tidak mengandung unsur kemanfaatan seperti nilai pendidikan dan nilai moral. Masyarakat dalam hal ini orang tua harus dapat menyaring tayangan bagi anak-anaknya. Harus ada hubungan antara kehendak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang ingin memberikan tayangan bermutu kepada masyarakat dengan orang tua yang menyaring lagi tayangan yang ditonton oleh anak-anaknya.
Ketentuan Berkomentar :
1. Dilarang berkomentar diluar topik
2. Jika kurang paham silahkan ditanyakan
EmoticonEmoticon