Implementasi Kurikulum 2013 Secara Maksimal Agar Tercipta Tujuan yang Optimal - Problematika moral dikalangan pemuda telah mencapai titik yang kronis. Bukan pemuda yang tak berpendidikan saja yang terjerat kasus kriminalitas namun banyak dari mereka yang menempuh pendidikan tinggi bahkan sosok panutan dimasyarakat juga ikut terjerat. Diperlukannya pendidikan berbasis karakter untuk memperbaiki moral pemuda dan mencetak pemuda yang lebih berkarakter sejak dini. Kurikulum 2013 sebagai jawaban atas masalah tersebut. Sebagai kurikulum berbasis karakter, diharapkan nantinya mampu mencetak pemuda dengan karakter yang kuat. Namun pro kontra seputar kurikulum 2013 semakin mencuat. Mendukung agar kurikulum berjalan secara optimal maka diperlukan kerjasama dari semua pihak untuk mengawal pengimplementasian kurikulum ini agar tujuan kurikulum 2013 sesuai yang diharapkan. Sebaik-baik apapun kurikulum yang dibuat tidak akan membawa efek yang signifikan jika tidak diimplementasikan di lapangan dengan baik oleh semua pihak.
Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003). Majunya pendidikan di sebuah negara menandakan pembangunan berjalan dengan baik. Namun, seiring perkembangan jaman pembangunan disebuah negara tidak bisa lepas dari berbagai persoalan. Seperti halnya Indonesia yang masih menjadi negara berkembang. Indonesia masih mencari-cari sistem pendidikan yang cocok dengan keadaan bangsanya. Pengembangan dan perubahan kurikulum pendidikan merupakan hal yang wajar untuk memperbaiki kekurangan pada kurikulum berikutnya. Selain itu, seiring berkembangnya zaman yang ditandai dengan kemajuan IPTEK sudah selayaknya kurikulum juga ikut berkembang. Karenanya kurikulum bersifat dinamis, yaitu selalu berubah-ubah.
Diketahui bahwa pengembangan dan perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia telah memasuki perubahan ke-10 kalinya, mulai dari tiga kurikulum di masa Orde Lama yaitu pada tahun 1950, 1952, 1964; empat kurikulum di masa Orde Baru yaitu pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994; dan dua kurikulum pada masa Reformasi yaitu tahun 2004 dan 2007 dan yang terakhir tahun 2013 (Hamalik, 2008). Kurikulum yang muncul pada tahun 2013 disebut Kurikulum 2013. Tak jauh berbeda dengan kurikulum sebelumnya, perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 2013 merupakan perbaikan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP.
Munculnya wacana perubahan menjadi kurikulum 2013 mendapat banyak reaksi dari berbagai kalangan. Ada yang meyatakan kesetujuannya dan ada pula yang menyatakan ketidaksetujuannya. Pada dasarnya kurikulum 2013 tidaklah jauh berbeda dengan KTSP. Fokus utama kurikulum 2013 adalah pendidikan karakter yang memuat nilai-nilai karakter (Mulyoto, 2013). Pendidikan karakter dibuat untuk pemuliaan manusia. Inilah sesungguhnya hakikat praksi pendidikan. Pendidikan mengatur dan menolong anak didik untuk mengenali dan mengembangkan potensi dirinya agar menjadi manusia yang mandiri, dewasa, dan utuh. Pendidikan karakter bertujuan memanusiakan manusia sejalan dengan pemikiran Bung Hatta “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
“Kurikulum mapel akan selalu berubah sesuai perkembangan zaman. Tetapi yang tetap sama dan terus diperjuangkan adalah sikap dasar untuk berkembang secara humanistis: kominikatif, eksploratif, kreatif, dan integral” (Komariyah et al, 2013: 15). “Tak ada gading yang tak retak”, itulah pepatah yang tepat bagi kurikulum 2013. Tentu dalam kurikulum baru masih terdapat kekurangan dan kelemahan didalamnya. Oleh karena itu butuh kerjasama dari semua pihak untuk mengawal pengimplementasian kurikulum ini.
Apa yang Salah dengan Pendidikan?
Hampir setiap hari kita disuguhi contoh-contoh perbuatan yang memprihatinkan melalui berbagai media yang secara bebas dipertontonkan untuk semua kalangan. Perilaku seperti kekerasan, kejahatan, premanisme, perselingkuhan, penyalahgunaan obat terlarang dan korupsi telah membudaya dalam sebagian masyarakat Indonesia. Kita juga sering mendengar para pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang seharusnya menjadi sosok pribadi yang berprestasi namun telah terjerat kriminalisme dan bahkan yang lebih parah kasus pornografi, pelecehan seksual, narkoba, geng motor, tawuran, dan perjudian (Aji, 2013).
Contoh-contoh kasus tersebut erat kaitannya dengan kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, serta menunjukkan betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual kehidupan bangsa, sehingga menghancurkan moralitas pemuda bangsa Indonesia sampai ketitik yang paling rendah. Kondisi dan kenyataan yang menyedihkan tersebut telah menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak, baik masyarakat umum maupun para ahli pendidikan., “Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil mengembangkan manusia Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pancasila, UUD 1945, dan UU Sistem Pendidikan Nasional ?”
Budaya Buruk yang Mengakar
Kemerosotan moral lainnya nampak pada aktivitas pelajar maupun mahasiswa saat ujian. Istilah kata yang tepat digunakan yaitu nyontek atau ngerpek atau dalam bahasa internet cheating yang diartikan sebagai tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh keuntungan tertentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Seperti yang kita ketahui bahwa mencontek merupakan budaya yang telah dianggap lumrah (Astuti, 2013) . Ironisnya, fenomena ini bahkan selalu muncul menyertai aktivitas belajar mengajar sehari-hari. Menyontek seperti telah menjadi kebiasaan mulai dari pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Menyontek bukanlah penyakit akut yang ‘ujug-ujug’ datang dan menjangkiti pelajar di Indonesia. Namun apakah memang lebih memprihatinkan dari anak sekolah jaman dahulu? Mari coba kita ingat kembali jaman sekolah dari pendidikan dasar hingga kuliah. Ternyata menyontek itu sudah dikenal sejak lama, dan bahkan sejak orang tua kita sudah ada yang namanya menyontek.
Baca Juga : Model dan metode mengajar dalam pembelajaranMenyontek bukanlah budaya bangsa yang beradap, karena menyontek merugikan orang lain. Secara langsung, menyontek merampas hak orang lain yang sudah berbuat jujur. Namun sayang, mencontek semakin menjamur dan boleh dibilang sudah menjadi penyakit budaya dinegeri ini. Penyakit budaya yang kronis yang kemunculannya sebenarnya bukan baru-baru ini. Susahnya menyembuhkan penyakit kronis ini adalah menghilangkan akarnya. Karena sumber penyakit menyontek bukan virus atau bakteri yang bisa diguyur obat langsung mati. Tetapi penyakit menyontek penyebabnya adalah manusia, yang tidak bisa semudah itu dimusnahkan namun jika tidak dimusnahkan akan menjamur. Solusinya adalah membunuh pikiran manusianya. Kalaupun tidak bisa dimusnahkan, setidaknya bisa dieliminir sedikit demi sedikit.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan akademik saja masih kurang untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang lebih penting adalah pendidikan karakter. Seperti yang ditegaskan Presiden pertama Negara Republik Indonesia Ir. Soekarno bahwa “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter ( character building ). Karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya, dan bermartabat. (Samani. M, 2012) Di Indonesia pendidikan karakter saat ini memang dirasakan mendesak. Gambaran situasi masyarakat dalam dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok (maintreming) implementasi pendidikan karakter di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Berbunyi Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, sangat jelas bahwa pendidikan disetiap jenjang harus dilaksanakan secara sistematis agar tercapai tujuan tersebut.
Menurut Brooks dan Gooble (dalam Elmubarok, 2008: 112 ) “Dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat elemen penting yang harus diperhatikan yaitu prinsip, proses, dan praktiknya. Dalam menjalankan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan dalam kurikulum sehingga siswa dalam sekolah paham benar tentang nilai-nilai tersebut dan mampu menterjemahkannya dalam perilaku nyata”. Mengingat moral adalah sesuatu yang bersifat abstrak, maka nilai-nilai moral kebaikan harus diajarkan pada generasi muda sejak dini.
Kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif. Mata pelajaran yang diberikan dianggap kelebihan muatan (overload) tetapi tidak mampu member bekal serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sedirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain.
Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter (competency and character based curriculum), yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi (Widayati, 2014). Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah (Mendikbud) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan, termasuk dalam pengembangan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya.
Baca Lanjutan : Kunci sukses Kurikulum 2013 dan Penutup
Terimakasih kedapa Fitriani
Mahasiswa Program Studi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
Ketentuan Berkomentar :
1. Dilarang berkomentar diluar topik
2. Jika kurang paham silahkan ditanyakan
EmoticonEmoticon